Jaga dan Perbarui Data, Lindungi Hak Bantuanmu

oleh -29 Dilihat

Oleh : Syahrin Mokodompis

Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) merupakan pilar utama dalam sistem penyaluran bantuan sosial (bansos) di Indonesia. Ia adalah fondasi krusial yang digunakan pemerintah untuk mengidentifikasi individu dan keluarga miskin maupun rentan yang layak menerima berbagai bentuk bantuan. Dikelola langsung oleh Kementerian Sosial, DTKS menyimpan data yang sangat kompleks—meliputi identitas pribadi, kondisi ekonomi, hingga status sosial masyarakat di seluruh pelosok negeri.

Namun demikian, seiring waktu, permasalahan yang berkaitan dengan keakuratan data DTKS terus bermunculan di banyak daerah. Tidak sedikit kasus di mana bantuan sosial justru salah sasaran: mereka yang secara ekonomi mampu justru mendapatkan bantuan, sementara warga miskin asli terlewatkan. Hal ini tentu memunculkan ketimpangan dan memicu ketidakpercayaan publik terhadap sistem.

Di sinilah peran penting pemerintah daerah menjadi sorotan. Kepala daerah, baik eksekutif maupun legislatif, seharusnya menjadikan urusan bansos ini sebagai perhatian serius, bukan sekadar formalitas seremonial atau janji politik. Pengawasan dan evaluasi terhadap akurasi DTKS harus dilakukan secara aktif, bukan pasif menunggu laporan yang kadang justru penuh dengan data “asal bapak senang” (ABS).

Masalahnya, munculnya banyak basis data dan parameter yang berbeda-beda justru menambah keruwetan. Alih-alih menyederhanakan penyaluran, tumpang tindih data memperbesar celah kesalahan—atau lebih buruk, membuka peluang kecurangan. Kita patut curiga jika kondisi ini dibiarkan terus tanpa perbaikan, bisa jadi ada “tikus-tikus” yang memanfaatkan kekacauan untuk mencari keuntungan pribadi dari dana yang seharusnya menyelamatkan warga miskin.

Ini bukan tuduhan kosong, melainkan cermin dari fakta-fakta lapangan yang berulang kali terungkap, baik melalui media maupun laporan masyarakat. Jika pemimpin daerah tidak tegas memberantas praktik korupsi bansos, maka keadilan sosial akan terus dikorbankan demi kepentingan segelintir orang.

Kita tidak bisa membiarkan bantuan sosial yang ditujukan untuk rakyat miskin justru berbalik menjadi bansos untuk orang mampu. Ketika kepercayaan publik runtuh karena pengelolaan yang buruk, maka efeknya bukan hanya sekadar salah data—tapi bisa meluas ke ketidakpercayaan pada seluruh sistem pemerintahan.

Sudah saatnya kita bersikap tegas. Pemimpin daerah, penentu kebijakan, dan wakil rakyat wajib turun langsung ke lapangan, melihat dan menyentuh realitas masyarakat, bukan sekadar duduk di ruang ber-AC menerima laporan indah dari bawahan. Jangan tunggu masyarakat kehilangan kesabaran lalu mempermalukan para pejabat karena tak becus bekerja.

Mari bersama-sama kawal DTKS dan penyaluran bansos agar tepat sasaran, tanpa permainan, tanpa kepentingan, dan tanpa tipu-tipu. Karena sejatinya, keadilan sosial bukan milik segelintir elite, tapi hak setiap rakyat Indonesia yang benar-benar membutuhkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *