Afirmasi.news, Manado – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Utara (Sulut) kini menjadi sorotan dan banyak menuai kritikan dari berbagai media.
Pasalnya, kebijakan kerja sama media-media baru dengan Pemprov Sulut dinilai di monopoli.
Bagaimana tidak, pasalnya Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kepala Diskominfo) Sulut, Evans Steven Liow menyatakan, media baru harus “mendaftar 5 tahun” dulu untuk bisa mendapatkan alokasi anggaran kerja sama.
Tentunya hal ini dianggap sebagai bentuk diskriminasi dan menutup peluang bagi media yang baru berkembang.
“Kenapa tidak daftar dari 5 tahun lalu?,” ujar Liow, dalam sebuah pertemuan dengan beberapa perwakilan media.
Pernyataan itu pun dianggap sebagai sinyal bahwa media yang baru memasukan penawaran kontrak tidak akan mendapat kesempatan bekerja sama dengan Pemprov.
Kebijakan ini juga memicu reaksi keras dari kalangan insan pers, terutama media-media baru yang merasa dianaktirikan.
Padahal faktanya, media-media baru inilah yang banyak berkontribusi disetiap kegiatan gubernur sewaktu masih menjadi calon di pilgub lalu.
Media-media baru ini pun menilai kebijakan Kadis Kominfo Sulut, Steven Liow, sangat bertentangan dengan prinsip keterbukaan informasi.
Mereka berharap, Pemprov Sulut dibawah kepemimpinan Gubernur Yulius Selvanus bisa mendukung media-media lokal agar berkembang.
“Bagaimana mungkin keterbukaan informasi bisa diwujudkan jika hanya media lama yang boleh menikmati anggaran kerja sama?,” tanya salah satu perwakilan media baru dikutip dari visualharian.com
Ironisnya, Liow malah membanggakan penghargaan Pena Mas yang diterima Gubernur Sulut atas indeks keterbukaan informasi.
Padahal, di saat yang sama, media-media baru justru diperlakukan secara diskriminatif.

Anggaran Dipangkas, Media Baru Terancam Gulung Tikar
Tidak hanya itu, anggaran kerja sama media yang sebelumnya mencapai Rp20 miliar di era kepemimpinan Gubernur Olly Dondokambey, kini dipangkas habis-habisan hingga tersisa hanya Rp6 miliar.
Liow menyatakan, keterbatasan anggaran menjadi alasan utama kebijakan ini.
“Saya sudah berusaha meyakinkan anggota dewan, tapi tetap saja alasan ini dan itu membuat anggaran terbatas,” ujarnya.
Namun, alasan tersebut tidak diterima media-media baru. Para kuli tinta itu merasa kebijakan ini justru memperparah kondisi mereka yang kesulitan bersaing dengan media lama.
“Kami merasa didepak, disingkirkan, dan ditutup peluangnya hanya karena tidak ‘lahir’ lima tahun lalu,” ujar salah satu pemilik media baru.
Harapan pada Kepemimpinan Baru
Kini, harapan terakhir media-media baru berada di tangan Gubernur Yulius Selvanus, dan Wakil Gubernur Victor Mailangkay.
Mereka mendesak agar kebijakan ini dievaluasi dan diubah, serta meminta agar kinerja Kadis Kominfo Steven Liow ditinjau kembali.
“Media bukan hanya soal umur, tapi tentang bagaimana mereka menyuarakan kebenaran dan mengabdi kepada masyarakat,” tegas salah satu perwakilan media.